Mendagri Tak Permasalahkan Yusril Uji Materi UU Pemilu ke MK

Kenaikan Dana Parpol Untuk Penguatan Partai

JAKARTA , 10 Juli 2017 13:54:19– Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tak mempermasalahkan keinginan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra untuk melayangkan uji materi ke MK atas Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu yang masih dibahas Pemerintah dan DPR.

“Silakan saja. Hak setiap warga negara menggugat apa pun khususnya keputusan UU,” kata Tjahjo kepada wartawan, Senin .

Sebelumnya, Yusril mengancam akan menggugat UU pemilu apabila ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak dihapuskan. Saat ini, pembahasan RUU pemilu antara pemerintah dan DPR masih buntu. Salah satunya disebabkan karena perdebatan soal presidential threshold.

Pemerintah bersama PDI-P, Golkar dan Nasdem ingin menggunakan aturan lama, yaitu parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Parpol lain seperti Gerindra, PKS, PKB, PAN, PPP dan Hanura masih berupaya mencari jalan tengah dengan mengurangi presidential threshold di angka sekitar 10 persen. Sementara, Partai Demokrat ingin presidential threshold 0 Persen atau dihapuskan.

Tjahjo mengatakan, pemerintah mempunyai dasar argumentasi melalui penafsiran konstitusi kenapa tetap ngotot mempertahankan presidential threshold.

Dasar itu yakni pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.

“Lebih lanjut jika ditelusuri dalam risalah amandemen ketiga UUD 1945, tidak ditemukan dialektika pengamandemen konstitusi yang melarang penggunaan presidential threshold,” ucap Tjahjo.

Dengan demikian, lanjut Tjahjo, dapat ditafsirkan dan disimpulkan bahwa penjabaran lebih lanjut ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 ke dalam UU merupakan open legal policy yang diberikan kewenangannya kepada pembentuk undang-undang.

Namun, meski sudah memiliki pegangan hukum, Tjahjo tidak menjamin UU Pemilu akan aman dari gugatan di MK. “Itu hak MK,” ucap Tjahjo.

Yusril sendiri menilai, presidential threshold memang sudah seharusnya dihapuskan karena Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilu legislatif dan pemilu presiden berjalan serentak. Penggunaan hasil Pemilu Legislatif 2014 untuk Pemilu Presiden 2019 dinilai tidak relevan.

“Jika presidential threshold tetap ada, berapa pun angka persentasenya, maka aturan itu adalah inkonstitusional bertentangan dengan Pasal 22E UUD 45,” ucap Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.

Yusril pun mengingatkan bahwa dampaknya akan sangat fatal apabila MK membatalkan ketentuan presidential threshold dalam UU Pemilu.

Apalagi, jika putusan MK itu muncul setelah pilpres digelar. Pilpres 2019 akan dianggap inkonstitusional karena digelar berdasarkan UU Pemilu yang dibatalkan MK.

“Jika pilpres itu inkonstitusional, maka hancur leburlah negara ini sebab pemimpin negaranya tidak mempunyai legitimasi untuk menjalankan roda pemerintahan,” ucap Yusril.

“Kalau Presidennya inkonstitusional, maka setiap orang berhak untuk membangkang kepada Pemerintah,” kata dia.

(Irfan) MHI 

Sumber :Puspen Kemendagri

Tinggalkan komentar