MK Tolak Seluruhnya Pengujian UU KPK

Sidang Pleno Pengucapan Putusan Perkara pengujian UU KPK, Rabu (19/7) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

JAKARTA ,19 Juli 2017, 17:29-Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang diajukan oleh Tonin Tachta Singarimbun selaku advokat. Putusan dengan Nomor 70/PUU-XIV/2016 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya, Rabu di Ruang Sidang Pleno MK.

“Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Arief mengucapkan amar putusan.

Dalam permohonannya, Pemohon mengujikan Pasal 11 huruf a yang berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: (a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara”.

Pemohon mendalilkan terkait dengan perkara pra-peradilan Nomor 012/PraPid/2016/PN.JKT.PST. Dalam perkara tersebut, Pemohon menjelaskan KPK telah salah memaknai mengenai advokat sebagai aparat penegak hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 huruf a  UU KPK. Pemohon juga mendalilkan frasa aparat dalam Pasal a quo, identik dengan profesi yang diberikan oleh negara dan harus memiliki kewenangan atau wewenang yang biasa digunakan dalam lapangan penegakan hukum seperti polisi, kejaksaan, KPK, Kehakiman, dan lain-lain. Lebih lanjut, menurut Pemohon, dalam frasa “aparat penegak hukum” setidaknya mengandung pendanaan/pembiayaan yang berasal dari APBN.

Sedangkan advokat, menurut Pemohon, adalah profesi yang disahkan oleh negara berdasarkan undang-undang dan pendiriannya tidak termasuk kriteria lembaga negara. Selain itu, advokat tidak memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan karena hanya menjalankan profesi sebagaimana dengan jelas pada UU Advokat; sehingga advokat seharusnya tidak dianggap sebagai aparat.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati tersebut, Mahkamah merujuk pada aturan mengenai advokat seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) UU Advokat. Dalam aturan tersebut, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, lanjut Maria, advokat mempunyai kedudukan yang setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

“Oleh karena itu, perlakuan terhadap advokat yang terlibat tindak pidana korupsi haruslah sama dengan penegak hukum lainnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat frasa ‘aparat penegak hukum’ tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.

 (Lulu A) MHI 

Tinggalkan komentar